Pajak penjualan atas barang mewah

Bagian dari seri tentang
Perpajakan
Aspek kebijakan fiskal
Dasar hukum
Undang-undang  · Peraturan Pemerintah  · Keputusan Menteri Keuangan
Kebijakan
  • Pendapatan pemerintah
  • Ekualisasi pajak properti
  • Pendapatan pajak
  • Penerimaan Negara Bukan Pajak
  • Hukum pajak
  • Golongan pajak
  • Penghasilan tidak kena pajak
  • Pembebasan pajak
  • Kredit pajak
  • Deduksi pajak
  • Pergeseran pajak
  • Pemotongan pajak
  • Libur pajak
  • Keuntungan pajak
  • Insentif pajak
  • Reformasi perpajakan
  • Harmonisasi pajak
  • Kompetisi pajak
  • Pajak ganda
  • Keterwakilan
  • Kelompok wajib pajak
  • Rekening tabungan kesehatan
  • Pajak
Collection
Revenue service · Revenue stamp
Tax assessment · Taxable income
Tax lien · Tax refund · Tax shield
Tax residence · Tax preparation
Investigasi pajak · Tax resistance
Penggelapan pajak  · Penghindaran pajak
Tax shelter · Surga pajak  ·
Private tax collection · Tax farming
Penyelundupan · Pasar gelap
Jenis
Pajak Pusat:
PPN  · PPh  · PBB sektor P3  · Bea Meterai
Pajak Daerah:
Pajak Provinsi:
Kendaraan bermotor  · Bea balik nama kendaraan bermotor  · Bahan bakar kendaraan bermotor  · Air permukaan  · Rokok
Pajak Kabupaten/Kota:
Hotel  · Restoran  · Hiburan  · Reklame  · Penerangan jalan  · Mineral bukan logam dan batuan  · Parkir  · Air tanah  · Sarang burung walet  · PBB P2  · Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
Internasional
Pabean · Bea
Tarif (Impor · Ekspor) · Perang tarif
Perdagangan bebas · Zona perdagangan bebas
Perjanjian dagang · Ekualisasi pajak
Tax treaty
Menurut negara
Tarif pajak diseluruh dunia
Pendapatan pajak dalam %PDB
Amerika Serikat  · Singapura  · Malaysia  · Indonesia
  • l
  • b
  • s

Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) atau sering kali disebut Pajak Barang Mewah adalah pajak yang dikenakan atas transaksi Barang Kena Pajak (BKP) yang tergolong mewah, baik yang diproduksi di dalam negeri maupun diimpor.

Dasar Hukum

Dasar hukum PPnBM adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) yang sudah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009.

PPnBM dan PPN diatur dalam undang-undang yang sama, karena PPnBM tidak dapat dikenakan tersendiri tanpa pengenaan PPN. PPN merupakan pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan nilai dari Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak dalam peredarannya dari produsen ke konsumen. Hampir semua barang konsumsi dikenakan PPN, maka PPN ditetapkan bertarif tunggal, 10% dari harga jual. Sedangkan PPnBM lebih spesifik lagi, dikenakan hanya pada saat penyerahan Barang Kena Pajak yang berkategori mewah, dengan tarif beragam, sesuai jenis barang.[1]

Karakteristik

Sama halnya dengan PPN, PPnBM dikategorikan sebagai:

  • Pajak pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat.[2]
  • Pajak objektif, yaitu pajak yang pengenaan pajaknya didasarkan pada objek pajaknya tanpa melihat keadaan subjeknya.[2]
  • Pajak atas konsumsi umum dalam negeri.
  • Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pembebanannya dapat dialihkan ke pihak lain.[3]

Perbedaan antara PPN dengan PPnBM, yaitu PPN dikenakan pada setiap mata rantai jalur produksi maupun jalur distribusi barang atau jasa, sedangkan PPnBM hanya dikenakan satu kali pada saat impor barang yang tergolong mewah atau pada waktu penyerahan barang yang tergolong mewah oleh pengusaha yang menghasilkan barang atau jasa tersebut di dalam Daerah Pabean, dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.[4]

Objek Pengenaan PPnBM

Menurut Penjelasan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang nomor 42 Tahun 2009, Barang Kena Pajak yang tergolong mewah, meliputi:[5]

1.Barang yang bukan kebutuhan pokok.

2.Barang yang dikonsumsi untuk menunjukkan status.

3.Barang yang dikonsumsi oleh masyarakat tertentu.

4.Barang yang pada umumnya dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi.

Ketentuan Tarif PPnBM

Menurut Penjelasan Pasal 8 ayat (1) sampai ayat (5) Undang-Undang nomor 42 Tahun 2009, tarif untuk Barang Kena Pajak yang tergolong mewah, diatur sebagai berikut:[6]

  • Ayat (1) Tarif Pajak Penjualan atas Barang Mewah ditetapkan paling rendah 10% (sepuluh persen) dan paling tinggi 200% (dua ratus persen).
  • Ayat (2) Ekspor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah dikenai pajak dengan tarif 0% (nol persen).
  • Ayat (3) Ketentuan mengenai kelompok Barang Kena Pajak yang tergolong mewah yang dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
  • Ayat (4) Ketentuan mengenai jenis Barang yang dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

Catatan

  1. ^ Devita, paragraf 7.
  2. ^ a b Lubis, p. 34.
  3. ^ Lubis, p. 35.
  4. ^ UU No.42 Tahun 2009, Pasal 5(1).
  5. ^ UU No.42 Tahun 2009, Penjelasan Pasal 5(1).
  6. ^ UU No.42 Tahun 2009, Pasal 8.

Referensi

  • Devita, Irma (7 Oktober 2015). "Ada Harga Untuk Setiap Kemewahan : Pajak Penjualan atas Barang Mewah". Diakses tanggal 17 November 2017. 
  • Lubis, Irwansyah (Mei 2010). Menggali Potensi Pajak Perusahaan dan Bisnis dengan Pelaksanaan Hukum. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. ISBN 978-979-27-7446-7. 
  • Nasution, Lukman Hakim; Marsyahrul, Tony (Maret 2008). Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Grasindo. ISBN 978-979-02-5143-4. 
  • "Undang-Undang Republik Indonesia No 8 tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah" (PDF). Website Biro Kerja Sama Teknik Luar Negeri, Kementerian Sekretariat Negara RI. Diakses tanggal 19 November 2017. 
  • "Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2009 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah". Website Ditjen Pajak Kementerian Keuangan RI. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-04-17. Diakses tanggal 19 November 2017. 

Pranala luar

  • PPN dan PPnBM Diarsipkan 2017-11-17 di Wayback Machine.. Website Ditjen Pajak Kementerian Keuangan Republik Indonesia